BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Indonesia
mempunyai hutan ke-3 terluas dunia setelah Brazil dan Zaire. Luas hutan Indonesia
kini diperkirakan mencapai 120,35 juta hektar atau 63 persen luas daratan.
Kebakaran
hutan telah menjadi masalah bukan hanya di Indonesia tetapi juga berdampak
regional di Asia Tenggara yang berpengaruh terhadap berbagai sektor kehidupan
seperti gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari, hambatan transportasi,
kerusakan ekologis, penurunan pariwisata, dampak politik, ekonomi dan gangguan
kesehatan. World Wildlife Fund (WWF) menyampaikan kerugian akibat
kebakaran hutan pada tahun 1997 di Indonesia kurang lebih 4,4 milyar dolar
Amerika Serikat. World Wildlife Fund (WHO) memperkierakan sekitar 20
juta orang Indonesia telah terpapar asap kebakaran hutan yang mengakibatkan
berbagai gangguan paru dan sistem pernapasan.
Sejumlah
besar bahan kimia asap kebakaran hutan dapat mengganggu kesehatan meliputi
partikel dan komponen gas seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO),
formaldehid, akrelein, benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Dampak
buruk ini akan lebih nyata dijumpai pada para manula, bayi, serta mereka yang
memiliki penyakit paru sebelumnya. Dampak buruk tersebut juga dapat mengenai
populasi orang sehat.
Hampir
semua negara di dunia sudah pernah mengalami kebakaran hutan kecuali Antartika.
Perancis pernah mengalami kebakaran hutan yang menghanguskan 21.100 hektar
(ha), di Portugal pada tahun 2005 sekitar 286.400 ha atau 3.1% wilayah negara
terbakar, kebakaran hutan di Amerika menghanguskan 1,74 juta ha atau 0,18%
wilayah negara. Negara bagian California terpajan 7.000 kebakaran hutan atau
sekitar 125.000 hektar setiap tahun dengan rata-rata biaya pertahun 75 juta
dolar Amerika. Pada tahun 1992 dilaporkan lebih dari 900 bangunan hancur karena
kebakaran hutan. Penyebab paling umum kebakaran hutan adalah pembakaran, akibat
saluran listrik dan petir. Di Indonesia kebakaran hutan pertama kali terjadi
pada tahun 1982 pada sejumlah hutan batubara muda di Kalimantan. Sejak tahun 1997
sampai saat ini, kebakaran telah menghanguskan lebih dari 165.000 hektar hutan
di beberapa provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Kalimantan,
Maluku, dan Papua.1,2 Kebakaran hutan di Indonesia telah menghanguskan sekitar:
•
Tahun 1982 dan 1983: 3,6 juta hektar
•
Tahun1997 dan 1998: 9,8 juta hektar
• Tahun 2005 : 13.328 hektar
Data
lain menunjukkan bahwa akibat kebakaran hutan di Indonesia, ambang batas atau total
suspended particulate (TSP) sebesar 260 μg/m3 telah terlampaui di beberapa
provinsi, seperti Sumatera Barat (5 – 10 kali ambang batas), Riau (0,8-7 kali),
Sumatera Selatan (3,5-8 kali), Kalimantan Barat (0,5-7,3 kali), dan Kalimantan
Tengah (5-15 kali).
- Rumusan
Masalah
a. Apa
yang dimaksud dengan Pencemaran Udara dan Kebakaran Hutan ?
b. Apa
Sumber Pencemaran Udara oleh Asap ?
c. Apa
Kandungan Asap ?
d. Apa
Dampak Pencemaran udara yang disebab
oleh kebakaran hutan Terhadap Kesehatan Manusia ?
e. Bagaimana
Usaha yang Dilakukan untuk Mengurangi
Dampak pencemaran yang disebabkan oleh kebakaran hutan ?
- Tujuan
a. Untuk
mengetahui pengertian dari Pencemaran Udara dan Kebakaran Hutan .
b. Untuk
mengetahui Sumber Pencemaran Udara oleh Asap .
c. Untuk
mengetahui Kandungan Asap.
d. Untuk
mengetahui Dampak Pencemaran udara yang disebab
oleh kebakaran hutan Terhadap Kesehatan Manusia.
e. Untuk
mengetahui Usaha yang Dilakukan untuk
Mengurangi Dampak pencemaran yang disebabkan oleh kebakaran hutan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pencemaran Udara dan Kebakaran Hutan
1.
Pencemaran
Udara
Pencemaran udara adalah suatu kondisi di mana kualitas udara menjadi
rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak berbahaya maupun yang
membahayakan kesehatan tubuh manusia. Pencemaran udara biasanya terjadi di
kota-kota besar dan juga daerah padat industri yang menghasilkan gas-gas yang
mengandung zat di atas batas kewajaran. Semakin sempitnya lahan hijau atau
pepohonan di suatu daerah juga dapat memperburuk kualitas udara di tempat
tersebut. Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang
mengeluarkan gas yang mencemarkan lingkungan akan semakin parah pula pencemaran
udara yang terjadi. Untuk itu diperlukan peran serta pemerintah, pengusaha dan
masyarakat untuk dapat menyelesaikan permasalahan pencemaran udara yang
terjadi.
2.
Kebakaran
Hutan
Kebakaran
hutan (wildfire) adalah keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi
yang mudah terbakar di daerah pedesaan atau daerah yang luas. Nama lainnya yaitu
bush fire, forest fire, grass fire, hill fire, peat fire, vegetation
fire, wildland fire, tergantung dari tipe vegetasi yang terbakar. Kebakaran
hutan berbeda dengan kebakaran biasa berdasarkan kekuatan dan luasnya api.
Perbedaannya adalah penyebaran yang jauh dari tempat semula, dapat berganti
arah tanpa diduga. Definisi lain kebakaran hutan adalah kebakaran liar atau
kebakaran vegetasi. Kebakaran rumput atau kebakaran semak yaitu kebakaran yang
terjadi di alam liar, yang dapat juga memusnahkan rumah atau sumber daya pertanian.
B. Sumber
Pencemaran Udara Oleh Asap
Penyebab
pencemaran udara yang paling utama selalu terkait dengan manusia.
Manusia menjadi penyebab utama dan terbesar terjadinya pencemaran udara. Manusia
pula yang merasakan dampak terburuk dari terjadinya pencemaran udara. Pencemaran
udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan, berupa
penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke dalam udara
atau atmosfer bumi. Masuknya polutan ke dalam atmosfer yang menjadikan
terjadinya pencemaran udara bisa
disebabkan dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab
pencemaran udara contohnya adalah aktifitas gunung berapi yang mengeluarkan abu
dan gas vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan mikroorganisme.
Polutan yang dihasilkan biasanya berupa asap, debu, dan gas.
Penyebab
alami kebakaran hutan ada empat yaitu petir, erupsi vulkanik, percikan api dari
reruntuhan batu dan pembakaran spontan. Kebakaran hutan juga dapat disebabkan
ulah manusia seperti arson, punting rokok yang masih menyala, percikan
api dari peralatan. Di beberapa daerah orang membakar habis suatu lahan
perhutanan agar menjadi subur dengan cara lebih murah. Di Amerika, Kanada, dan
Cina Utara, petir menjadi penyebab utama, sedangkan di negara lain (seperti
Meksiko, Amerika Tengah, Afrika, Asia Tenggara, Fiji, dan Selandia Baru),
kesalahan manusia menjadi penyebab utama. Penyebab kebakaran liar, antara lain:
·
Sambaran petir pada
hutan kering akibat musim kemarau panjang.
·
Kelalaian manusia
seperti membuang puntung rokok sembarangan atau lupa mematikan api di
perkemahan.
·
Aktivitas vulkanis
seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi.
·
Tindakan disengaja
seperti membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian yang baru
atau vandalism.
·
Kebakaran di bawah
tanah gambut dapat menyulut kebakaran di atas tanah saat musim kemarau.
C. Kandungan
Asap
Asap
merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi di
udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan
mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap.
Komposisi asap tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan pembakar,
kelembaban, temperatur api, kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca,
baik asap tersebut baru atau lama. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang terdiri
dari selulosa, lignin, tanin, polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan
tepung, akan membentuk campuran yang berbeda saat terbakar. Materi partikulat atau
Particulate Matter (PM) merupakan bagian penting dalam asap kebakaran
untuk pajanan jangka pendek (jam atau mingguan). Materi partikulat adalah
partikel tersuspensi, yang merupakan campuran partikel solid dan droplet
cair. Karakteristik dan pengaruh potensial materi partikulat terhadap kesehatan
tergantung pada sumber, musim, dan keadaan
cuaca.
Materi partikulat dibagi menjadi:
a. Ukuran
lebih dari 10 mm biasanya tidak sampai ke paru; dapat mengiritasi mata, hidung
dan tenggorokan.
b. Partikel
kurang atau sama dengan 10 mm; dapat terinhalasi sampai ke paru.
c. Partikel
kasar (coarse particles) berukuran 2,5 – 10 mm.
d. Partikel
halus (fine particles) berdiameter kurang dari 2,5 mm.
e. Partikel
debu atau materi partikulat melayang (suspended particulate matter)
merupakan campuran sangat rumit berbagai senyawa organik dan anorganik di udara
dengan diameter <1 μm sampai maksimal
500 μm. Materi partikulat akan berada di udara dalam waktu relative lama dalam
keadaan melayang dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan.
Karena komposisi materi partikulat yang rumit dan
pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah digunakan
untuk menyatakan materi partikulat di udara. Beberapa istilah mengacu pada
metode pengambilan sampel udara seperti suspended particulate matter (SPM),
total suspended particulate (TSP) atau ballack smoke. Istilah
lain lebih mengacu pada tempat di saluran napas, tempat materi partikulat
mengendap yaitu inhalable thoracic particulate yang terutama mengendap
pada saluran napas bagian bawah. Partikel asap cenderung sangat kecil dengan ukuran
hampir sama dengan panjang gelombang cahaya yang terlihat atau 0,4- 0,7 mm.
Partikel asap tersebut hampir sama dengan fraksi partikel PM2,5 sehingga dapat menyebar
dalam cahaya dan mengganggu jarak pandang. Partikel halus dapat terinhalasi ke
dalam paru sehingga lebih berisiko mengganggu kesehatan dibandingkan partikel
lebih besar. Polutan lain yang berbahaya adalah karbon monoksida yang tidak
berwarna, tidak berbau, yang dihasilkan dari pembakaran kayu atau material organik
yang tidak sempurna. Kadar tertinggi karbon monoksida adalah saat smoldering,
khususnya dekat api. Polutan udara lain yang dapat mengiritasi saluran pernapasan
yaitu akrolein, formaldehid, dan benzena - karsinogen dalam jumlah lebih rendah
dibandingkan materi partikulat dan karbon monoksida. Secara umum, peningkatan
kadar PM 10 μm di udara dihubungkan dengan :
a. Peningkatan
berbagai keluhan pernapasan
b. Peningkatan
kunjungan ke instansi gawat darurat
c. Peningkatan
rawat inap dan risiko kematian
d. Eksaserbasi
akut asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik.
Penilaian
polusi udara
Beberapa
negara seperti Singapura dan Brunei Darusalam menggunakan pollutant standard
index (PSI) yang dikeluarkan oleh United States Evironmental Protection
Agency (USEPA) untuk melaporkan konsentrasi populasi udara sehari-hari.
Indonesia menggunakan istilah Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) atau PSI
dengan pembagian sebagai berikut :
§ PSI
0 – 50 : sehat
§ PSI
51- 100 : sedang
§ PSI
101 – 199 : tidak begitu baik
§ PSI
200 - 299 : tidak sehat
§ PSI
300 – 399 : berbahaya
§ PSI
≥400
: sangat berbahaya
Udara
tercemar akan masuk ke dalam tubuh manusia dan mungkin mempengaruhi paru dan
saluran napas. Komponennya juga diedarkan ke seluruh tubuh; artinya selain
terhisap langsung, manusia dapat menerima akibat buruk polusi ini dan secara tidak
langsung dapat mengkonsumsi zat makanan atau air yang terkontaminasi. Polusi
udara lain yang berdampak buruk pada kesehatan adalah Ozon (O3), radiasi pengion
dan asap rokok. Penilaian polusi udara perlu memperhatikan beberapa hal
meliputi :
§ Partikel:
TSP, PM 10, PM 2,5, PM 1,0
§ Gas:
CO, NOx , SO2
§ Variasi
geografis
§ Variasi
cuaca
§ Faktor
meteorologi.
Asap
biomassa yang keluar pada kebakaran hutan mengandung beberapa komponen yang
dapat merugikan kesehatan baik dalam bentuk gas maupun partikel. Komponen gas
dalam biomassa besar yang mengganggu kesehatan adalah karbon monoksida (CO),
sulfur dioksida
(SO2),
nitrogen dioksida (NO2), dan aldehid. Beberapa senyawa lain seperti ozon (O3),
karbon dioksida (CO2) dan hidrokarbon juga mempunyai dampak buruk terhadap
paru. Bebagai jenis gas golongan nitrit dan nitrogen organik bias terbang jauh
dan dapat dikonversi menjadi gas lain seperti ozon atau menjadi partikel dan
nitrit organik.2 Partikel akibat asap kayu yang terbakar hampir seluruhnya berukuran
<1 μm, sebagian besar antara 0,15 sampai 0,4 μm. Polusi di dalam rumah
mempunyai dampak lebih besar karena penghuni rumah akan
terpajan
asap dalam konsentrasi tinggi selama bertahun-tahun. Pajanan kebakaran hutan
biasanya berlangsung selama 4 – 5 bulan dalam setahun dan intensitasnya
tergantung pada luas kebakaran hutan.
D. Akibat
Pencemaran Asap terhadap Kesehatan Manusia
Penurunan
kualitas udara sampai taraf membahayakan kesehatan dapat menimbulkan dan
meningkatkan penyakit saluran napas seperti infeksi saluran napas akut (ISPA).
Penderita ISPA di daerah bencana asap meningkat 1,8 – 3,8 kali dibandingkan jumlah
penderita ISPA pada periode sama tahun-tahun sebelumnya. Pada saat kebakaran
hutan tahun lalu, kualitas udara di wilayah Kalimantan Barat sudah pada tahap
membahayakan kesehatan dengan kadar debu >1.490 μg/m3 (batas yang
diperkenankan 230 μg/m3). Kabut asap akibat kebakaran hutan telah merambah ke
berbagai propinsi seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Riau bahkan
sudah mencapai Malaysia dan Thailand. Asap menimbulkan iritasi mata, kulit dan gangguan
saluran pernapasan yang lebih berat, fungsi paru berkurang, bronkitis, asma
eksaserbasi, dan kematian dini. Selain itu konsentrasi tinggi partikel-partikel
iritasi pernapasan dapat menyebabkan batuk terus-menerus, batuk berdahak,
kesulitan bernapas dan radang paru. Materi partikulat juga dapat mempengaruhi system
kekebalan tubuh dan fisiologi melalui mekanisme terhirupnya benda asing ke
paru. Dampak yang ditimbulkan tergantung dari individu seperti umur, penyakit
pernapasansebelumnya, infeksi dan kardiovaskuler dan ukuran partikel. Zat asap
kebakaran yang mengenai saluran napas:
§ Karbon
monoksida (CO) beredar melalui aliran darah dan paru, mengurangi pengiriman
oksigen ke jaringan tubuh (anoksia) menimbulkan gejala sesak napas,
kebingungan, dan dada terasa berat.
§ Konsentrasi
CO pada penduduk tertentu yang terpajan asap api tidak menimbulkan bahaya
bermakna kecuali pada individu yang sensitif; mereka yang memiliki penyakit
jantung mengalami nyeri dada dan aritmia. Pada tingkat pajanan lebih tinggi CO
dapat menyebabkan sakit kepala, lemah, pusing kebingungan, disorientasi,
gangguan penglihatan, koma dan kematian.
§ Sulfurdioksida
(SO2), gas pedas yang bias menimbulkan sesak napas, mengi karena bronkokonstriksi
selanjutnya mengiritasi mukosa pernapasan.
§ Nitrogendioksida
(NO2) dikeluarkan selama kebakaran suhu tinggi seperti saat kebakaran badai.
§ Ozon
(O3) dapat mengiritasi tenggorokan.
§ Sianida
(CN-) dihasilkan oleh pembakaran bahan-bahan alami dan sintetik bila kadar
laktat tinggi; dapat berguna sebagai indikator di rumah sakit.
§ Hidrokarbon,
contohnya gas benzene hasil pembakaran bahan organik yang tidak
sempurna.
§ Aldehid
(akrolin, formaldehid/HCHO) hasil pembakaran bahan organik yang tidak sempurna.
§ Materi
Partikulat (PM), bisa padat atau cair, dihasilkan dari pembakaran tidak
sempurna dengan ukuran dari 0,005 μm sampai 100 μm, dapat menembus saluran
napas sampai ke paru.
Inhalasi merupakan satu-satunya jalur pajanan yang
menjadi perhatian kesehatan. Pengaruh materi partikulat bentuk padat maupun
cair di udara sangat tergantung pada ukurannya. Ukuran materi partikulat yang
membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 – 10 μm. Partikulat 5 μm
dapat langsung masuk ke dalam paru dan mengendap di alveoli. Partikulat >5 μm
juga berbahaya karena partikulat dapat menganggu saluran pernapasan bagian atas
dan dapat menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan bertambah parah apabila terjadi
reaksi sinergis dengan gas SO2 di udara.13 Kondisi kronik terpajan polusi udara
beracun dengan konsentrasi tinggi sedikit meningkatkan risiko kanker. Bagian
Pulmonologi FKUI/RS Persahabatan dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
cabang Jakarta yang berkunjung ke Palembang pada awal Oktober 1997 menemukan
dari 158 orang yang sebelumnya sehat, 128 orang (81%) mengeluh batukbatuk, 38
orang (24,1%) mengeluh sesak napas, 30 orang (19%) mengeluh batuk berdahak dan
14 orang (8,9%) mengeluh nyeri dada. Dari 54 orang yang memiliki riwayat penyakit
paru, 45 orang (83,3%) mengeluh batuk-batuk, 36 orang (66,7%) mengeluhn berdahak
dan 2 orang (3,7%) mengeluh nyeri dada.
Polutan
|
Mekanisme
|
Efek potensial pada
kesehatan
|
Partikulat
(partikel kecil < 10 μ, diameter aero dinamik < 2.5 μ
|
•
Akut: iritasi bronkus, inflamasi dan reaktivitas meningkat
•
Berkurangnya bersihan mukosilier
•
Mengurangi respons makrofag dan imunitas lokal
• Reaksi fibrotik
|
•
Mengi, asma eksaserbasi
•
Infeksi saluran napas
•
Bronkitis kronik dan PPOK
• PPOK eksaserbasi
|
Karbon monoksida
|
•
Berikatan dengan haemoglobin menghasilkan karboksi haemoglobin yang dapat
mengurangi transport
oksigen
ke organ vital dan
menyebabkan gangguan
janin
|
•
Berat badan bayi lahir rendah
•
Meningkatnya kasus kematian perinatal
|
Hidrokarbon
aromatik polisiklik
(benzo-alpyrene)
|
Karsinogenik
|
•
Kanker paru
• Kanker mulut,
nasofaring dan laring
|
Nitrogen dioksida
|
•
Pajanan akut menyebabkan
reaktivitas
bronkus
•
Pajanan kronik dapat meningkatkan
kerentanan
infeksi bakteri
dan virus
|
•
Mengi, asma eksaserbasi
•
Infeksi saluran napas
• Berkurangnya fungsi
paru anak
|
Sulfur dioksida
|
•
Pajanan akut menyebabkan reaktivitas bronkus
•
Pajanan kronik sulit untuk memisahkan efek partikel
|
•
Mengi, asma eksaserbasi
•
PPOK eksaserbasi
• Penyakit
kardiovaskuler
|
Kondesat
asap biomass, termasuk hidrokarbon aromatik polisiklik dan ion metal
|
•
Absorpsi racun ke dalam lensa sehingga terjadi perubahan oksidatif
|
• Katarak
|
E. Upaya
Pencegahan Pencemaran Akibat Kebakaran Hutan dan Usaha untuk Mengurangi Dampak
Pencemaran Asap bagi Kesehatan Manusia
Upaya
terbaik tentu mencegah kebakaran hutan, ini perlu jadi prioritas utama. Karena keterbatasan
sarana kesehatan dalam mencegah bahaya kebakaran hutan maka usaha pencegahan
paling utama adalah mengatasi sumbernya yaitu memadamkan kebakaran itu sendiri.
Perlu dibina kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup dan pihak meteorologi
yang baik untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau asapnya telah
menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat luas
dari pajanan asap. Masyarakat sedapat mungkin melindungi dirinya sendiri dari
pajanan asap dan pemerintah setempat memberikan penyuluhan tentang bahaya dan
cara pencegahan kebakaran hutan. Saat ini cara pencegahan yang banyak digunakan
adalah pemakaian masker karena relatif murah dan dapat disebarluaskan tetapi
efektivitasnya masih dipertanyakan.
National
Institute of Occuposional Safety and Health (NIOSH)
telah melakukan pengujian di
Amerika Serikat dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu
menyaring lebih dari 99% partikel silika berukuran 0,5 μm. Beberapa
badan kesehatan lain merekomendasikan masker yang baik yaitu
mampu menyaring lebih dari 95% partikel > 0,3 μm dan biasanya diberi
kode R95, N95, atau P95. Masker ini harus dipasang dengan cukup rapat
sehingga udara tidak dapat masuk di selasela pinggiran masker dan
kulit wajah; hal yang tidak mudah dilakukan. Alat bantu napas
bisa digunakan setelah penatalaksanaan lain yang lebih efektif, antara
lain dengan mengurangi pajanan, termasuk tinggal di dalam rumah,
dan mengurangi
aktivitas,
terutama pada individu yang sensitif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Kebakaran
hutan merupakan masalah kesehatan yang serius.
2. Asap
polusi terkandung dalam biomassa yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan paru,
terutama yang berukuran <10 mm.
3. Dampak
asap terhadap kesehatan berupa berbagai gangguan dan keluhan pernapasan, terutama
pada orang yang berisiko tinggi atau sensitif.
4. Kebakaran
hutan mutlak harus dicegah
DAFTAR PUSTAKA